Pengetahuan adalah abstraksi dari apa yang dapat diketahui dalam jiwa orang yang mengetahuinya. Pada dasarnya pengetahuan tidak bersifat spontan, melainkan harus diajarkan dan dipelajari. Dengan kata lain, pengetahuan harus diusahakan. Awal pengetahuan terjadi karena interaksi antara panca indera dengan alam nyata. Menurut Ikhwan al Shafa, sebelum terjadi interaksi antara panca indera dan alam nyata, di dalam akal tidak terdapat pengetahuan apapun. Guru adalah orang yang bertugas membantu murid untuk mendapatkan pengetahuan sehingga ia mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Menurut M. Jawad Ridla dalam bukunya al Fikr al Tarbawiyyu al Islamiyya Muqadimat fi ushulih al Ijtima’iyyati wa al Aqlaniyyati, guru harus berpegang teguh pada delapan prinsip yang disebut oleh para ahli dan pemerhati pendidikan disebut ”kode etik pengajaran.
Prinsip pertama : Keharusan ilmu harus dibarengi dengan pengamalannya.
Seorang guru wajib mengamalkan ilmunya. Ia harus menyatukan antara ucapan dan perbuatannya, sebab ilmu itu diketahui dengan mata batin, sedangkan perbuatan itu diketahui dan disaksikan dengan mata lahir.
Al Ghazali mengingatkan para guru berkenaan dengan pengalaman ilmu tersebut sebagaimana ucapannya, ”Waspadalah wahai para guru, jangan sampai kamu itu menjadi orang yang hanya pintar mengajar dan mengingatkan saja, karena ini dapat menimbulkan bencana besar, kecuali kamu bersedia lebih dulu mengamalkan apa yang kamu ucapkan, baru kemudian menasehati orang lain”.
Prinsip kedua : Bersikap kasih sayang terhadap siswa dan memperlakukan mereka seperti putra-putrinya sendiri.
Sabda Rasulullah SAW, ” Sesungguhnya aku ini bagi kamu seperti seorang ayah bagi putra-putrinya”.
Prinsip ketiga : Menghindarkan diri dari ketamakan.
Seorang guru seyogianya menghindarkan diri dari sifat tamak dan komersialisasi ilmu, dan semestinya guru mempunyai cita-cita yang tinggi dan tidak rakus terhadap kekayaan orang lain.
Prinsip keempat : Bersikap toleran dan pemaaf.
Di antara kewajiban guru adalah bersikap lapang dada kepada murid-muridnya, menjaga jangan sampai terjadi keributan apalagi hingga terjadi perkelahian di antara mereka.
Prinsip kelima : Menghargai kebenaran.
Para guru adalah ”penyampai” kebenaran, mereka berkewajiban menghargai kebenaran dan komitmen memegangnya. Mereka juga wajib memiliki etos keilmuan, sehingga dengan senang hati melakukan kajian penelitian untuk senantiasa melakukan perbaikan.
Para guru adalah ”penyampai” kebenaran, mereka berkewajiban menghargai kebenaran dan komitmen memegangnya. Mereka juga wajib memiliki etos keilmuan, sehingga dengan senang hati melakukan kajian penelitian untuk senantiasa melakukan perbaikan.
Prinsip keenam : Keadilan dan keinsafan.
Guru dituntut untuk senantiasa berpegang pada niai-nilai keadilan. Karenanya, seorang guru harus selalu insaf (memiliki kesadaran dan rasa empati) pada saat mengadakan penelitian, melakukan pembicaraan, dan menyampaikan ilmu serta mendengarkan pertanyaan murid.
Prinsip ketujuh : Rendah hati.
Seorang guru hendaknya meninggalkan sikap keras kepala dan berlagak serba tahu. Guru hendaknya mengedepankan ketulusan dan kejujuran jika menghadapi berbagai persoalan.
Prinsip kedelapan : Ilmu adalah untuk pengabdian kepada orang lain.
Guru harus menyadari bahwa tujuan utama dari ilmu adalah untuk memberi manfaat pada orang lain. Hubungan guru dengan siswa dapat diibaratkan seperti ukiran tanah liat. Bagaimana mungkin tanah liat akan terukir dengan suatu gambar yang tidak pernah digoreskan di atasnya.
Guru harus dapat menempatkan diri dan menciptakan suasana yang kondusif, karena fungsi guru di sekolah adalah sebagai ”orang tua” kedua yang bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Ki Hajar Dewantara telah menggariskan pentingnya peranan guru dalam proses pendidikan dengan ungkapan :
Ing ngarso sung tuladha berarti di depan memberi teladan atau contoh.
Sarason dan Bandura dalam bukunya sama-sama menekankan pentingnya modeling atau keteladanan yang merupakan cara paling ampuh dalam mengubah perilaku inovasi seseorang.
Ing madya mangun karsa berarti di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa.
Asas ini diperkuat dengan peran dan fungsi guru sebagai mitra setara serta sebagai fasilitator. Asas ini menekankan pentingnya produktifitas dalam pembelajaran. Dengan menerapkan asas ini, guru perlu mendorong keinginan berkarya dalam diri peserta didik sehingga mampu menciptakan suatu karya.
Tut wuri handayani yang artinya di belakang memberikan dorongan dan arahan.
Hal ini mempunyai makna yang kuat tentang peran dan fungsi guru. Guru perlu berperan sebagai motivator dan juga sebagai pengarah atau pembimbing yang tidak membiarkan peserta didik melakukan hal yang kurang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dari perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.
oleh :
MUHAMMAD YOSIEF FU’ADI, S.Si
0 komentar:
Posting Komentar