Kepercayaan
bahwa alam semesta kita yang menakjubkan ini bisa tersusun oleh kesempatan
adalah gila. Dan saya tidak sepenuhnya bermaksud mengatakan gila dalam arti
makian pada umumnya namun lebih dalam makna orang gila secara teknis. Meskipun
pandangan seperti itu secara umum memiliki banyak aspek pemikiran yang
menderita schizofrenia. Karl
Stern, University
of Montreal Psychiatrist
(Jeremy Rifkin,
Algeny, New York: The Viking Press, 1983, hal. 114 )
Pada awal uraian tulisan kami yang telah dimuat di majalah
ini pada edisi-edisi sebelumnya, telah disebutkan adanya prinsip antropik dalam
penciptaan alam semesta dan disebutkan bahwa prinsip ini telah diterima secara
luas dalam dunia ilmu pengetahuan. Kemudian seperti yang telah dijelaskan,
prinsip antropik menyatakan bahwa alam semesta ini bukan merupakan benda-benda
yang terkumpul acak, tidak bertujuan, tidak berarah, dan bahwa sebaliknya, alam
semesta ini dirancang dengan sengaja sebagai tempat tinggal bagi kehidupan
manusia.
Sejak itu kita telah melihat sejumlah bukti yang
menunjukkan bahwa prinsip antropik benar-benar sebuah fakta, bukti yang dimulai
dari kecepatan perluasan Ledakan Besar
( Big Bang Theory ) hingga
keseimbangan fisik atom, dari kekuatan relatif empat gaya fundamental hingga
alkimia bintang-bintang, dari misteri bentuk ruang angkasa hingga ke susunan
tata surya. Dan ke mana pun melihat, kita menyaksikan pengaturan luar biasa
tepat dalam struktur alam semesta ini. Kita melihat bagaimana penyusunan dan
ukuran bumi tempat kita hidup dan bahkan atmosfernya benar-benar seperti yang
dibutuhkan. Kita menyaksikan bagaimana cahaya dikirimkan kepada kita dari
matahari, air yang kita minum, dan atom-atom yang menyusun tubuh kita, serta
udara yang terus-menerus kita hirup ke dalam paru-paru kita, semuanya luar
biasa sesuai bagi kehidupan.
Singkatnya, setiap kali kita mengamati segala sesuatu di
alam semesta, kita akan mendapati rancangan luar biasa yang tujuannya adalah
memupuk kehidupan manusia. Mengingkari kenyataan rancangan ini berarti, seperti
yang dikemukakan oleh psikiater Karl Sterm adalah melanggar batas pemikiran.
Implikasi rancangan ini juga jelas. Rancangan tersembunyi
dalam setiap detail alam semesta merupakan bukti paling meyakinkan akan
keberadaan Sang Pencipta, yang mengendalikan setiap detail dan memiliki
kekuatan dan kebijaksanaan tidak terbatas. Seperti yang telah diungkapkan teori
Ledakan Besar ( Big Bang Theory ), Sang Pencipta yang sama telah menciptakan alam
semesta dari kehampaan.
Kesimpulan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan modern ini
merupakan sebuah fakta yang difirmankan kepada kita dalam Al Quran, Allah
menciptakan alam semesta dari ketiadaan dan memberinya keteraturan:
"Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah, Yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa dan kemudian, Dia bersemayam di
atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikuti-nya degan cepat,
dan (diciptakan-Nya pula) matahari dan bulan dan bintang-bintang
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS. Al A'raaf, 7: 54)
Tidak aneh kalau kebenaran yang diungkap ilmu pengetahuan
ini mengecewakan sebagian ilmuwan materialis dan akan terus demikian. Mereka
adalah ilmuwan yang menyamakan ilmu pengetahuan dengan materialisme; mereka
adalah orang-orang yang meyakini bahwa ilmu pengetahuan dan agama tidak dapat
seiring, dan menjadi orang yang "berilmu pengetahuan" sama dengan menjadi
atheis. Mereka telah dilatih untuk percaya bahwa alam semesta dan semua
kehidupan di dalamnya dapat dijelaskan sebagai kejadian kebetulan, sekali tanpa
adanya kehendak atau rancangan. Ketika orang-orang itu menemui fakta penciptaan
yang jelas, ketidakpercayaan dan kebingungan mereka merupakan hal yang wajar.
Untuk memahami ketidakpercayaan kaum materialis, kita perlu
mengupas sekilas pertanyaan tentang asal kehidupan.
Asal kehidupan, atau dengan kata lain, pertanyaan tentang
bagaimana makhluk hidup pertama hidup di bumi, merupakan salah satu dilema
terbesar yang dihadapi kaum materialis pada satu setengah abad terakhir. Kenapa
harus seperti itu? Ini karena bahkan sebuah sel hidup, unit terkecil kehidupan,
jauh lebih rumit dan tak tertandingi bahkan oleh pencapaian terbesar teknologi
manusia. Hukum probabilitas membuat jelas bahwa tidak ada sebuah protein pun
dapat terbentuk secara kebetulan; dan andaikan protein (unsur pembentuk sel
yang paling mendasar) terbentuk secara kebetulan, kemungkinan terbentuknya sel
utuh secara kebetulan bahkan sama sekali tidak terpikirkan. Tentu saja ini
merupakan bukti penciptaan.
Karena ini merupakan topik yang dibahas secara lebih
terperinci dalam materi lain, kami hanya akan mencoba menyuguhkan sedikit
contoh di sini.
Terdapat 2.000 jenis protein
dalam bakteri sederhana. Kemungkinan semua ini ada secara kebetulan adalah 1
banding 1040.000. Pada manusia terdapat 200.000 bentuk protein.
Kata "tidak mungkin" terlalu halus untuk menggambarkan peluang
kejadian seperti itu hanya karena kebetulan.
|
Sebelumnya, kami menunjukkan bagaimana
keseimbangan di alam semesta tidak mungkin terbentuk secara kebetulan. Sekarang
kami akan menunjukkan bagaimana hal yang sama juga berlaku bahkan untuk
pembentukan secara kebetulan kehidupan paling seder-hana. Sebuah penyelidikan
pada topik ini yang dapat kita jadikan acuan adalah perhitungan yang dibuat
oleh Robert Shapiro, seorang dosen ilmu kimia dan pakar dalam bidang DNA di
Universitas New York.
Shapiro, seorang penganut Darwinisme dan evolusionisme, menghitung peluang
pembentukan secara kebetulan 2.000 jenis protein berbeda yang diperlukan untuk
menyusun sekadar bakteri seder-hana (tubuh manusia mengandung 200.000 bentuk
protein berbeda). Menurut Shapiro, peluang tersebut adalah satu banding 1040.000
(Angka tersebut adalah "1" diikuti oleh 40. 000 nol, dan itu tidak
ada persamaannya di alam semesta). (Robert
Shapiro, Origins: A Sceptics Guide to the Creation of Life on Earth, New York,
Summit Books, 1986. hal. 127)
Tentu saja, arti
angka Shapiro sederhana, penjelasan kaum materialis (beserta rekannya,
Darwinis) bahwa kehidupan tersusun kebetulan benar-benar tidak berlaku. Chandra
Wickramasinghe, seorang dosen matematika dan astronomi terapan di Universitas Cardiff mengomentari
hasil penghitungan Shapiro:
Kemungkinan pembentukan kehidupan
dengan sendirinya dari benda mati merupakan satu berbanding dengan angka yang
diikuti 1040.000 buah nol... Ini cukup besar untuk mengubur Darwin dan keseluruhan
teori evolusi. Tidak ada cairan sumber kehidupan, baik di planet ini atau
planet lain, dan jika permulaan kehidupan tidak terjadi secara acak, maka
permulaan tersebut merupakan hasil dari kecerdasan yang bertujuan. (Fred Hoyle,
Chandra Wickramasinghe, Evolution from Space, New York, Simon & Schuster,
1984, hal. 148)
Astronomer Fred Hoyle menyimpulkan hal yang sama:
Sesungguhnya, teori semacam itu
(bahwa kehidupan dirancang oleh suatu kecerdasan) sangat jelas sehingga membuat
orang bertanya-tanya mengapa itu tidak diterima sebagai bukti dengan
sendirinya. Alasannya lebih bersifat psikologis daripada ilmiah. (Fred Hoyle, Chandra
Wickramasinghe, Evolution from Space, hal. 130)
Baik Wickramasinghe dan Hoyle adalah orang-orang yang,
hampir sepanjang karier mereka, memahami ilmu pengetahuan dengan pendekatan
materialisme; namun kebenaran yang mereka temui adalah bahwa kehidupan
diciptakan, dan mereka memiliki keberanian untuk mengakuinya. Sekarang, lebih
banyak ahli biologi dan biokimia telah mengesampingkan dongeng bahwa kehidupan
dapat muncul secara kebetulan.
Orang-orang yang masih setia menganut
Darwinisme, orang-orang yang masih bersikukuh bahwa kehidupan muncul kebetulan sungguh
dalam keadaan ketakuan seperti yang sudah kami katakan pada awal uraian ini.
Tepat seperti yang dimaksud ahli biokimia Michael Behe ketika dia mengatakan,
"Kenyataan bahwa kehidupan dirancang
oleh suatu kecerdasan merupakan guncangan bagi kami pada abad ke-20 yang telah
terbiasa memikirkan kehidupan sebagai hasil hukum alam yang sederhana"
(Michael Behe, Darwin's Black Box: The
Biochemical Challenge to Evolution, New York, The Free Press, 1996, hal. 252-53).
Guncangan yang dirasakan oleh orang-orang seperti itu merupakan guncangan
karena harus menghadapi kenyataan keberadaan Allah, yang menciptakan mereka.
Para pengikut paham materialis jatuh ke dalam dilema tak
terelakkan karena mereka berkutat untuk mengingkari kenyataan yang dapat mereka
lihat dengan jelas. Dalam Al Quran, Allah menggambarkan kebingungan penganut
materialisme sebagai berikut:
"Demi langit yang mempunyai jalan-jalan, sesungguhnya
kamu benar-benar dalam keadaan berbeda pendapat, dipalingkan dari padanya
(Rasul dan Al Quran) orang yang dipalingkan. Terkutuklah orang-orang yang
banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebohongan lagi
lalai." (QS.
Adz-Dzaariyaat, 51: 7-11)
Pada poin ini, tugas kita adalah mengajak mereka yang
karena terpengaruh oleh filosofi materialisme, telah melewati batas-batas
rasionalitas, untuk berpikir dan menggunakan akal sehat. Kita harus mengajak
mereka untuk membuang semua prasangka mereka, berpikir, dan mempertimbangkan
dengan cermat rancangan alam semesta beserta kehidupan di dalamya yang luar
biasa, serta untuk menerimanya sebagai bukti sederhana akan kenyataan
penciptaan Allah.
Akan tetapi, penyeru panggilan ini sebenarnya bukan kita
sendiri melainkan Allah. Allah Sang Pencipta langit dan bumi dari ketiadaan,
memanggil manusia yang Dia ciptakan untuk menggunakan akal mereka:
"Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy
(singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi
syafaat kecuali sesudah ada izin-Nya. (Zat) yang demikian itulah Allah, Tuhan
kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?"
(QS. Yunus, 10: 3)
Pada ayat lain manusia diberitahu:
"Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan
yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?"
(QS. An-Nahl, 16: 17)
Ilmu pengetahuan modern telah membuktikan kebenaran
penciptaan. Sekarang waktunya bagi dunia ilmu pengetahuan untuk melihat
kebenaran ini dan mengambil pelajaran darinya. Orang yang mengingkari atau
menolak keberadaan Allah, terutama orang yang berpura-pura bahwa mereka
melakukannya atas nama ilmu pengetahuan, sebaiknya menyadari betapa jauh mereka
tersesat dan berbelok dari arah yang benar ini.
Di sisi lain, kebenaran yang diungkapkan oleh ilmu
pengetahuan memiliki pelajaran lain bagi orang yang telah mengatakan bahwa
mere-ka mempercayai keberadaan Allah dan bahwa alam semesta diciptakan
oleh-Nya. Pelajaran tersebut adalah bahwa kepercayaan mereka mung-kin dangkal,
bahwa mereka tidak sepenuhnya memikirkan bukti ciptaan Allah atau tentang
konsekuensi-konsekuensinya, bahwa, karena alasan ini, mereka mungkin tidak
memenuhi semua kewajiban atas kepercaya-an mereka. Dalam Al Quran Allah menggambarkan
orang seperti itu dengan:
"Katakan: 'Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang
ada padanya, jika kamu mengetahui?' Mereka akan menjawab: 'Kepunyaan Allah.'
Katakanlah: 'Maka apakah kamu tidak ingat?" Katakanlah: "Siapakah
Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?" Mereka
akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu
tidak bertak-wa?" Katakanlah: "Siapakah yang ditangan-Nya berada
kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang
dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu me-ngetahui?" Mereka akan
menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka
dari jalan manakah kamu ditipu?" (QS. Al Mu'minuun, 23: 84-89)
Orang yang telah menyadari bahwa Allah itu ada, dan Dia
mencipta-kan segala sesuatu, namun tetap mengingkari kebenaran ini,
sesungguh-nya seperti "tertipu". Adalah Allah yang menciptakan alam
semesta dan bumi tempat kita hidup secara sempurna bagi kita dan kemudian
men-ciptakan kita pula. Tugas setiap orang adalah untuk menganggapnya se-bagai
fakta terpenting dalam kehidupannya. Langit dan bumi dan segala sesuatu di
antaranya adalah milik Allah Yang Mahaagung. Umat manu-sia harus menganggap
Allah sebagai Tuhan dan Penguasa dan mengabdi kepada-Nya. Kebenaran ini diungkapkan
kepada kita oleh Allah dalam firman:
"Tuhan (Yang menguasai langit) dan bumi dan apa-apa
yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh-hatilah dalam
beribadah kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?" (QS.
Maryam, 19: 65)
"Sesungguhnya
penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
(QS. Ghaafir, 40: 57)
|
Ditulis
oleh : Muhammad Yosief Fu’adi, S.Si
Diilhami
dari : VCD Penciptaan Alam Semesta (Harun
Yahya Series)